- Pinsip Huygens pada Proses Penjalaran Cahaya
Prinsip ini
analisis gelombang, yang diajukan oleh fisikawan Christiaan Huygens
(1629-1695), pada dasarnya menyatakan bahwa:
“Setiap
titik dari gelombang depan dapat dianggap sebagai sumber sekunder wavelet yang
tersebar di segala penjuru dengan kecepatan sama dengan kecepatan propagasi
gelombang.”
Prinsip Huygens menerangkan bahwa setiap
wave front (muka gelombang) dapat
dianggap memproduksi wavelet atau gelombang-gelombang baru dengan panjang
gelombang yang sama dengan panjang gelombang sebelumnya. Wavelet bisa
diumpamakan gelombang yang ditimbulkan oleh batu yang dijatuhkan ke dalam air.
Prinsip Huygens bisa dipakai untuk menerangkan
terjadinya difraksi cahaya pada celah kecil seperti
yang terlihat pada gambar kanan. Pada saat melewati celah kecil, muka gelombang
(wave front) akan menimbulkan wavelet-wavelet baru yang jumlahnya tak terhingga
sehingga gelombang tidak mengalir lurus saja, tetapi menyebar dan merambat
keluar dari celah.
Jadi proses penjalaran cahaya menurut prinsip
Huygens disebabkan oleh partikel cahaya yang cenderung menggandakan diri tiap
satuan waktu dengan arah lurus sehingga mampu mencapai jarak tertentu.
B.
Prinsip Fermat pada Proses Penjalaran Cahaya
Pernyataan asli
prinsip Fermat adalah:
"Sebenarnya jalan antara dua titik yang
diambil oleh seberkas cahaya adalah salah satu yang dilalui dalam waktu
minimal."
Hukum snell dan hukum refleksi mengikuti langsung dari
pernyataan ini: "Mungkin
diformulasikan sedikit dalam hal panjang jalur optik sebagai cahaya,
untuk pergi antara dua titik, melintasi rute yang memiliki panjang lintasan
optik terkecil."
Bentuk modern-nya adalah "Sebuah sinar terang, untuk pergi antara dua
titik, harus menempuh jalan panjang sebagai optik yang stasioner sehubungan
dengan variasi jalan."
Hukum refleksi memberikan gambar
yang akrab tercermin dalam pesawat gambar cermin, di mana jauh di belakang
cermin sama dengan jarak benda di depan cermin.
- Hukum Snellius pada Pemantulan dan Pembiasan
Hukum
Snellius adalah rumus matematika yang memerikan hubungan antara sudut
datang dan sudut bias pada cahaya atau gelombang lainnya yang melalui batas
antara dua medium isotropik berbeda, seperti udara dan gelas.
Hukum ini menyebutkan bahwa
sinus sudut datang dan sudut bias adalah konstan, yang tergantung pada medium.
Perumusan lain yang ekivalen adalah sudut datang dan sudut bias sama dengan
kecepatan gelombang pada kedua media, yang sama dengan kebalikan indeks bias.
Perumusan matematis hukum Snellius adalah
Lambang θ1,θ2
merujuk pada sudut datang dan sudut bias, v1
dan v2 pada kecepatan gelombang
sinar datang dan sinar bias. Lambang n1
merujuk pada indeks bias medium yang dilalui sinar datang, sedangkan n2 adalah indeks bias medium yang
dilalui sinar bias.
1. Pada Proses Pembiasan
Jika n2 > n1
maka n2/ n1 > 1 dan kita dapatkan sin Φ1
> sin Φ2 atau Φ1 > Φ2.
n1
= indeks bias air Φ1
= sudut datang
n2 = indeks bias kaca Φ2 = sudut bias
Jika n2 < n1
maka n2/ n1 < 1 dan kita dapatkan sin Φ1
< sin Φ2 atau Φ1 < Φ2.
n1
= indeks bias air Φ1
= sudut datang
n2 = indeks bias kaca Φ2 = sudut bias
Dapat disimpulkan bahwa :
“jika
sinar dating dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat, sinar akan
dibelokkan mendekati garis normal. Jika sinar dating dari medium lebih rapat ke
medium kurang rapat, sinar akan dibelokkan menjauhi garis normal.” (Dengan catatan sudut datang harus
kurang dari sudut kritis)
2. Pada Proses Pemantulan
Perhatikan sumber cahaya O di
dasar danau. Telah diketahui sinar datang dari medium lebih rapat (air) ke
medium kurang rapat (udara) akan dibiaskan menjauhi garis normal. Sinar B
jdengan sudut datang I memiliki sinar bias B’ dengan sudut bias r , dan selalu
berlaku r > i . tentu saja sinar B juga mengalami pemantulan dalam air dan
bagian sinar pantul adalah B” . sinar c dengan sudut datang i’ > i dibiaskan
sejajar dengan permukaan air. Ini berarti sudut datang i’ (disebut sudut
kritis) menghasilkan sudut bias sama dengan 90°.
Sudut kritis antara dua medium
adalah sudut datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat, yang
menghasilkan sudut bias 90°.
Jika sinar D dengan sudut
datang lebih besar dari sudut kritis maka sinar akan dipantulkan.
Untuk memperoleh sudut
kritis: n1
sin Φ1 = n2
sin Φ2
n1 sin i’ = n2 sin
90°.
n1
sin i’ = n2 x 1
sin
i’ = n2
/ n1
D.
Prinsip Malus
"Ketika dua polarizer memiliki
sumbu transmisi dengan membentuk sudut teta, maka intensitas cahaya yang
ditransmisikan olehpolarizer kedua akan berkurang dengan factor cos kuadrat
teta."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar